Taupiser-Zodiak World: Ketika Mengairi Sawah

Minggu, 27 Maret 2011

Ketika Mengairi Sawah

Ini cerita dari Rino Berjudul Mbah Suro


Ini terjadi Agustus 2004, pada musim ini adalah musim kemarau dan mata pencaharian keluarga kami adalah "petani" sehingga kami sangat kesulitan untuk mendapatkan air. Pada bulan ini air sangat berharga di desa kami. Seperti yang pernah saya ceritakan, lokasi saya ada di ujung timur pulau Jawa dan daerah kami ini merupakan dataran rendah sehingga tidak ada sumber air besar yang mencukupi untuk mengairi sawah kami.

Tapi beruntung, di dataran tinggi (daerah kec. Genteng) memiliki sumber air yang tidak pernah kering (sungai setail) sehingga air tersebut digunakan untuk mengairi ribuan hektar sawah penduduk (Banyuwangi Selatan adalah daerah lumbung padi jadi area persawahannya memang benar-benar luas).

Meskipun sumber dari sungai Setail tersebut sangat besar, amat sulit untuk mencukupi kebutuhan air sawah kami karena pada bulan ini adalah musim tanam setelah bulan juli panen raya, sedangkan untuk menanam tanaman baru petani harus membasahi sawahnya dengan air (kami menyebutnya dengan istilah "Leb").

Karena air sangat berharga maka kami harus menggilir jatah air tersebut. Nah giliran sawah ortu saya kebagian shift pada malam hari. Karena saya masih ikut sama ortu saya jadi saya merasa berkewajiban untuk membantu mereka.

Kondisi sawah kami berada di bawah permukaan sawah lain yang rata, jadi hampir mirip dengan sawah sistem terasiring di Bali (kalau di daerah kami disebut leba'an). Saya sebut mirip karena hanya petak sawah kamilah yang ada di bawah permukaan sawah lain.

Samping sawah kami ada sungai kecil yang ditumbuhi semak-semak yang sebenarnya saya ngeri kalau lewat daerah itu karena sering ada ular dan saya sangat "malu" dengan hewan yang satu itu, jadi saya sering reflek teriak keras kalau melihat ular (maaf saya sulit untuk mengakui kalau saya takut ular, jadi sebut aja kalau saya malu sama ular).

Nah kondisi sawah kami yang disamping sungai yang banyak semak dan berlokasi di "leba'an" di malam hari cukup untuk membuat tempat itu pantas dibuat "uji nyali". Sebagai info di leba'an tersebut kondisinya sangat lembab, kalau musim panas disitu hawanya dingin dan ketika musim dingin maka disitu akan hangat. Nah makanya ular pun sering bermigrasi ke sawah kami, sial bagi saya! dan mungkin bukan hanya ular saja, tetapi makhluk yang tidak kasat mata pun pasti akan adem ayem disitu.

Tetapi karena memang air yang sangat berharga dan keinginan untuk menyenangkan orang tua, akhirnya jam 8 malam saya berangkat ke sawah dengan berbekal senter dan sarung. Sebenarnya saya usaha pinjam sepatu boot ke tetangga untuk menghindari ular tetapi sedang dipakai untuk mancing di pantai jadi saya berangkat ke sawah hanya pakai sandal jepit.

Memang benar kata Jogo Tirto (jabatan dari desa yang bertugas untuk mengatur pembagian air), jam 8 malam air sudah mulai memenuhi pintu air sawah kami. Setelah saya buka pintunya dan mengatur supaya air jangan sampai mampet karena kotoran daun atau yang lainnya saya istirahat dengan duduk-duduk di pematang dan tidak lupa untuk mengambil posisi yang jauh dari semak-semak karena saya malu kalau sampai ketemu dengan ular.

Sampai jam 10 malam saya masih di sawah, kondisi yang tidak ada penerangan sama sekali ditambah bulan yang muncul hanya sesekali diantara awan mendung lengkap membuat hati saya jadi gelisah, mungkin karena kondisi sudah sangat sepi saya jadi bisa mendengar segala gerak di leba'an. Apa memang perasaan saya atau apa ternyata intensitas gerak di rerumputan atau di air yang menimbulkan bunyi semakin sering terdengar, tetapi hanya seperti memutari saya saja.

Jujur waktu itu saya tidak takut hanya perasaan saya seperti orang gelisah, duduk tak enak, berdiri juga tak enak, pingin tiduran tapi takut nanti ada ular yang mengedus kepala saya, wuih benar-benar gelisah sampai akhirnya pandangan saya berhenti di bawah pohon saman besar yang barusan dipangkas dahannya oleh orang-orang, karena kalau lebat daunnya akan menghalangi sinar matahari yang menyinari tanaman kami. Awalnya saya hanya melihat seperti kabut putih, kelamaan kabut tersebut seperti membentuk sesuatu yang bersinar dalam gelap seperti tasbih, pasti Anda paham dengan gambaran saya.

Pada waktu itu saya menggumam "Ah... Asal jauh dari saya, tidak mengganggu, dan tidak berwujud ular... maka biarlah, ga usah diperhatikan". Mungkin makhluk yang tak kasat mata disekeliling saya mendengar apa yang saya gumamkan dan selang beberapa detik kemudian makhluk di bawah pohon saman tersebut memudar hilang, tetapi berganti suara rumput bergoyang dari arah semak-semak dan membuat saya tercengang adalah karena saya melihat ular besar dan perasaan saya itu bukan ular biasa sedang menuju ke arah saya.

Darah saya seakan mengumpul di kepala, jantung seperti berhenti berdetak, pandangan saya semakin kabur seiring dengan semakin dekatnya ular itu ke saya. Alhamdulillah... di antara pandangan mata saya yang kabur saya melihat sekelebatan cahaya senter dari pinggir desa, ternyata Ayah saya yang berjalan ingin menemani saya sambil bawa makanan kecil. Seiring dengan itu kesadaran saya semakin mengumpul dan saya sudah tidak melihat ular seekor pun.

Lega, akhirnya saya punya teman ngobrol di tengah sawah dan pengalaman itu tidak saya ceritakan sama Ayah. Dan syukur saya tidak seperti teman-teman yang lain di blog ini yang sakit setelah kejadian seperti ini, saya masih bisa menyelesaikan pekerjaan ini sampai sekitar jam 1 malam.

Pengalaman ini memberikan pelajaran ke saya, jangan sampai mempunyai pikiran tentang sesuatu yang kita takutkan di tempat yang wingit, karena itu seperti membocorkan rahasia kita sendiri ke makhluk yang akan menggoda dan menakut-nakuti kita.

Sekian, mohon maaf ternyata saya tidak bisa bercerita singkat dan semoga terhibur!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar